kemarin malam saya akhirnya berjumpa dengan teman saya,
teman yang ketemunya cuman setaun sekali...
percakapan 3 jam tanpa henti dari mulai pembahasan hahahihi
ga karuan sampe berujung pembahasan serius tentang pernikahan..hoooo.umur
segini memang ga pernah bisa lari dari topik itu.
jadi topiknya, banyak yang bilang "Marriage is
all about commitment. Trus ada juga yang bilang, daya tarik fisik
dan seks itu akan jadi hal yang nggak penting setelah menikah nanti. Yang
penting ya itu tadi. Komitmen, komitmen, komitmen. Komitmen untuk terus
bersama walaupun badai menerpa bahtera perkawinan (halah). Komitmen untuk
menerima pasangan kita apa adanya, berkompromi dengan segala kekurangan
pasangan, komitmen untuk bertahan walaupun kondisi yang berjalan tidak
sesuai harapan, dan sebagainya-dan sebagainya.
Dulu saya dan teman saya berfikir karena memang belum
menikah, dan belum tahu bagaimana rasanya mengarungi bahtera rumah tangga
(apa sih) kami setuju-setuju saja sebab semuanya memang terdengar masuk
akal. Cinta yang membuat orang menikah, tapi pada akhirnya komitmenlah
yang membuat pernikahan bertahan. Kira-kira begitulah.
Sekarang (saya pikir cuman saya) saya dan teman saya (ternyata)
(fyi,teman saya ini sudah sampai di tahap menikah dan punya anak) menemukan
bahwa ternyata kami adalah jenis manusia yang berbeda dari orang-orang
tadi, sebab kami berdua sama-sama menganggap komitmen itu tidak berarti.
Bahkan kami berdua sebenarnya sama-sama berfikir seandainya hidup dalam
norma yang berbeda mungkin kami bakalan memilih untuk tinggal bersama tanpa
menikah, saling mencintai selamanya tanpa ikatan apa-apa. Ini mungkin memang
pandangan hidup yang ekstrim, tidak ideal, dan kami juga nggak bilang bisa
diterapkan kepada semua pasangan. Intinya sih, mempertahankan pernikahan
dengan berpegang teguh pada komitmen semula itu tidak bisa berlaku untuk
kami berdua. Kenapa? Sebab kami sama-sama meyakini bahwa, hidup bersama
itu karena cinta. Jika cinta sudah tidak ada, alasan mempertahankan pernikahan
karena "sudah berkomitmen" itu akan terdengar menyedihkan bagi
kami. Apanya yang membahagiakan dari kehidupan pernikahan di mana cinta
sudah hilang? terdengar kuno memang, tapi kami memang si kuno yang akan
tetap menjadi si kuno selamanya. dan kami bangga dengan itu.
Teman saya bercerita kalau suaminya pernah bilang, bahwa dia berharap nantinya
selamanya bersama teman saya karena memang ingin, karena suka, karena cinta,
bukan karena harus, bukan karena sebaiknya memang begitu. Dan kalaupun
sudah menikah berpuluh tahun dan punya keturunan, alasan mereka tetap tinggal
serumah nanti tetap karena saling menginginkan, bukan karena apa kata orang
kalau mereka bercerai, bukan demi anak-anak yang butuh orang tua lengkap,
bukan demi orang tua mereka tidak menanggung malu karena kegagalan pernikahan
mereka.
Teman saya pernah bertanya ke suaminya, "Jadi nanti
kalau suatu hari kamu nggak cinta lagi sama aku, kamu bakalan pisah sama
aku?"
Dan dia menjawab, "Kalau nanti itu terjadi, memangnya
kamu sendiri masih mau hidup sama orang yang nggak cinta lagi sama kamu?"
Jawaban yang sangat "gimana gitu kedengerannya"
bukan? Hehehe. Intinya mereka berdua memang memandang cinta dan pernikahan
seperti itu. Nggak perlu banyak komitmen dan janji, karena tidak ada yang
menjamin bagaimana perasaan kita esok hari. Dan dengan tidak membebani
diri mereka dengan komitmen-komitmen itu, mereka memberi lebih banyak ruang
bagi cinta untuk bertumbuh.
hhmmmpff..
saya iri dengan mereka.
ya saya akui.
dan saya ingin punya pernikahan seperti mereka.
what a lovely and nice chit chat