4.24.2014

love is not overrated

kemarin malam saya akhirnya berjumpa dengan teman saya, teman yang ketemunya cuman setaun sekali...
percakapan 3 jam tanpa henti dari mulai pembahasan hahahihi ga karuan sampe berujung pembahasan serius tentang pernikahan..hoooo.umur segini memang ga pernah bisa lari dari topik itu.

jadi topiknya, banyak yang bilang "Marriage is all about commitment. Trus ada juga yang bilang, daya tarik fisik dan seks itu akan jadi hal yang nggak penting setelah menikah nanti. Yang penting ya itu tadi. Komitmen, komitmen, komitmen. Komitmen untuk terus bersama walaupun badai menerpa bahtera perkawinan (halah). Komitmen untuk menerima pasangan kita apa adanya, berkompromi dengan segala kekurangan pasangan, komitmen untuk bertahan walaupun kondisi yang berjalan tidak sesuai harapan, dan sebagainya-dan sebagainya.
Dulu saya dan teman saya berfikir karena memang belum menikah, dan belum tahu bagaimana rasanya mengarungi bahtera rumah tangga (apa sih) kami setuju-setuju saja sebab semuanya memang terdengar masuk akal. Cinta yang membuat orang menikah, tapi pada akhirnya komitmenlah yang membuat pernikahan bertahan. Kira-kira begitulah.

Sekarang (saya pikir cuman saya) saya dan teman saya (ternyata) (fyi,teman saya ini sudah sampai di tahap menikah dan punya anak) menemukan bahwa ternyata kami adalah jenis manusia yang berbeda dari orang-orang tadi, sebab kami berdua sama-sama menganggap komitmen itu tidak berarti. Bahkan kami berdua sebenarnya sama-sama berfikir seandainya hidup dalam norma yang berbeda mungkin kami bakalan memilih untuk tinggal bersama tanpa menikah, saling mencintai selamanya tanpa ikatan apa-apa. Ini mungkin memang pandangan hidup yang ekstrim, tidak ideal, dan kami juga nggak bilang bisa diterapkan kepada semua pasangan. Intinya sih, mempertahankan pernikahan dengan berpegang teguh pada komitmen semula itu tidak bisa berlaku untuk kami berdua. Kenapa? Sebab kami sama-sama meyakini bahwa, hidup bersama itu karena cinta. Jika cinta sudah tidak ada, alasan mempertahankan pernikahan karena "sudah berkomitmen" itu akan terdengar menyedihkan bagi kami. Apanya yang membahagiakan dari kehidupan pernikahan di mana cinta sudah hilang? terdengar kuno memang, tapi kami memang si kuno yang akan tetap menjadi si kuno selamanya. dan kami bangga dengan itu.
 
Teman saya bercerita kalau suaminya pernah bilang, bahwa dia berharap nantinya selamanya bersama teman saya karena memang ingin, karena suka, karena cinta, bukan karena harus, bukan karena sebaiknya memang begitu. Dan kalaupun sudah menikah berpuluh tahun dan punya keturunan, alasan mereka tetap tinggal serumah nanti tetap karena saling menginginkan, bukan karena apa kata orang kalau mereka bercerai, bukan demi anak-anak yang butuh orang tua lengkap, bukan demi orang tua mereka tidak menanggung malu karena kegagalan pernikahan mereka.

Teman saya pernah bertanya ke suaminya, "Jadi nanti kalau suatu hari kamu nggak cinta lagi sama aku, kamu bakalan pisah sama aku?"

Dan dia menjawab, "Kalau nanti itu terjadi, memangnya kamu sendiri masih mau hidup sama orang yang nggak cinta lagi sama kamu?"

Jawaban yang sangat "gimana gitu kedengerannya" bukan? Hehehe. Intinya mereka berdua memang memandang cinta dan pernikahan seperti itu. Nggak perlu banyak komitmen dan janji, karena tidak ada yang menjamin bagaimana perasaan kita esok hari. Dan dengan tidak membebani diri mereka dengan komitmen-komitmen itu, mereka memberi lebih banyak ruang bagi cinta untuk bertumbuh. 


hhmmmpff..
saya iri dengan mereka.
ya saya akui.
dan saya ingin punya pernikahan seperti mereka.
what a lovely and nice chit chat

No comments:

Post a Comment